Hukum dan Kode Etik
Komunikasi
“Konglomerasi Media di Indonesia”
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di era globalisasi ini, kebutuhan akan informasi yang cepat
menjadi sangat penting bagi masyarakat. Media massa merupakan bentuk komunikasi
massa yang mampu menyediakan kebutuhan akan informasi yang cepat mengenai apa
yang terjadi. Media sebagai bagian dari komunikasi massa memegang posisi
penting dalam masyarakat dimana menurut Lasswell dan Wright, komunikasi massa
memiliki fungsi sosial sebagai surveillance, korelasi dan interpretasi,
transmisi budaya dan sosialisasi, serta sebagai media hiburan.
Peranannya yang penting inilah yang membuat industri media massa berkembang sangat pesat dan membuat media massa tidak hanya sebagai sebuah institusi yang idealis, seperti misalnya sebagai alat sosial, politik, dan budaya, tetapi juga telah merubahnya menjadi suatu institusi yang sangat mementingkan keuntungan ekonomi. Sebagai institusi ekonomi, media massa hadir menjadi suatu industri yang menjanjikan keuntungan yang besar bagi setiap pengusaha.
Peranannya yang penting inilah yang membuat industri media massa berkembang sangat pesat dan membuat media massa tidak hanya sebagai sebuah institusi yang idealis, seperti misalnya sebagai alat sosial, politik, dan budaya, tetapi juga telah merubahnya menjadi suatu institusi yang sangat mementingkan keuntungan ekonomi. Sebagai institusi ekonomi, media massa hadir menjadi suatu industri yang menjanjikan keuntungan yang besar bagi setiap pengusaha.
Dilihat dari sudut pandang ekonomi-politik media, kondisi media
kontemporer ditandai dengan meluasnya konsentrasi dan konglomerasi media.
Perluasan atas konsentrasi dan konglomerasi media ini juga pararel dengan
konvergensi media. Di satu sisi tumbuh media dalam berbagai lini yang berbeda,
namun di sisi yang lain, kepemilikan dari media semakin memusat pada segelintir
orang saja.
Perkembangan konglomerasi media di Indonesia dimulai para awal era
80-an, ketika pemerintah Orde Baru membuka pintu lebar-lebar kepada kapitalisme
untuk masuk ke dalam negeri. Gejala konglomerasi media bertumbuh seiring
perubahan watak jurnalisme dari “Pers Perjuangan” ala Soekarno menjadi “Pers
Pancasila” yang industrialis ala Soeharto. Trennya makin meningkat di masa
Reformasi 1998 dan pasca Reformasi tahun 2001 hingga saat ini.
Pasar media merupakan suatu pasar yang memiliki karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan jenis pasar lainnya. Media tidak hanya memproduksi suatu barang, tetapi media juga memproduksi jasa. Barang yang ditawarkan adalah tayangan program dari media itu sendiri, dan jenis jasa yang ditawarkan adalah media massa sebagai medium untuk menghubungkan antara pengiklan dengan khalayak pengkonsumsi media massa. Media massa mencoba untuk mencari jalan untuk mengefisien dan mengefektifkan produksi mereka agar keuntungan yang mereka peroleh dapat maksimum. Menghadapi persaingan yang sangat ketat dalam bisnis media massa yang memerlukan kekuatan sosial ekonomi ini, maka terjadi kecenderungan konsolidasi media yang kemudian mengarah kepada munculnya kelompok pemain raksasa media massa yang kemudian mengakibatkan terjadinya konsentrasi kepemilikan media massa.
Berbicara tentang media di Indonesia adalah berbicara tentang dua
hal
yakni sebuah insitusi
kapitalis
dan masyarakat
sebagai konsumen
utamanya. Media kapitalis menunjukkan
bahwa
sebuah media massa baik cetak maupun elektronik
diciptakan untuk menjadi alat pencetak keuntungan bagi pemilik modal. Teknologi
yang berkembang
dan
diterapkan oleh media
massa telah memungkinkan proses- proses penyampaian pesan melalui media massa dalam mengatasi hambatan ruang dan waktu.
Hal ini
juga mengakibatkan ketergantungan khalayak terhadap media dan menumbuhkan budaya-budaya baru
berkenaan dengan konsumsi media oleh masyarakat.
Melalui
pola kepemilikan dan
melalui produk
yang disajikan,
media adalah perangkat ideologis yang melanggengkan dominasi kelas pemodal terhadap
publik yang diperlakukan semata-mata sebagai konsumen.
Makalah ini mencoba memberikan gambaran mengenai fenomena media massa di Indonesia yaitu mengenai konglomerasi media di Indonesia, dan mecoba menelisik lebih jauh apa yang di lakukan pemerintah Indonesia dalam pencegahan Konglemerasi tersebut, dan menjelaskan salah satu tokoh besar kongmelerasi di Indonesia.
1.2
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang diatas saya mencoba untuk menyajikan hal penting mengenai
konteks Konglomerasi Media.
1.Apa itu Konglomerasi Media ?
2.Apa
yang di lakukan Pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi konglomerasi media di
Indonesia ?
3.Siapa salah satu Tokoh Besar konglomerasi Media di
Indonesia ?
1.3 Tujuan Penyusunan Makalah
Adapun tujuan dari penyusunan makalah mengenai Konglomerasi
Media dI Indonesia adalah
sebagai berikut.
1. Untuk memenuhi tugas saya untuk mata
kuliah Hukum Kode Etik Komunikasi
2. Untuk
memberikan informasi mengenai Konglomerasi Media di Indonesia.
1.4 Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa
pengetahuan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca untuk mengetahui
bagaimana fenomena media di Indonesia saat ini dengan fokus pembahasan mengenai
Konglomerasi Media di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
Konglomerasi Media
Konglomerasi Media adalah penggabungan-penggabungan
perusahaan media menjadi perusahaan yang lebih besar yang membawahi banyak
media. Konglomerasi ini dilakukan dengan melakukan korporasi dengan perusahaan
media lain yang dianggap mempunyai visi yang sama. Pembentukan konglomerasi
ini dengan cara kepemilikan saham, joint venture / merger, atau pendirian
kartel komunikasi dalam skala besar. Akibatnya kepemilikan media yang berpusat
pada segelintir orang.
2.2 Potret Konglomerasi Media di Indonesia
Media
massa di Indonesia saat ini dalam
perkembangannya telah bertransformasi menjadi
sebuah industri bisnis yang menjanjikan. Kebutuhan masyarakat setiap harinya
akan informasi dan hiburan menjadi toiak ukur betapa media menjadi tujuan utama
orang-orang. Keberagaman jenis media semakin terlihat jelas, dan
banyak pula diantaranya yang memiliki orientasi keuntungan dalam
berbisnis. Sulit untuk memahami bisnis media jika kita belum memahami hal-hal
yang dapat memengaruhi industri media. Bentuk baru dari bisnis media saat ini
adalah konsolidasi dan integrasi media. Integrasi yang terjadi dalam media atau
pemusatan kepemilikan media, berarti lebih sedikit perusahaan yang memiliki
media. Perusahaan media menjadi bentuk perusahaan yang lebih besar, yang
memiliki bentuk perushaan lain yang beroperasi di area bisnis berbeda.
Pemusatan media telah memengaruhi hubungan antara beberapa jenis organisasi
media dengan satu orang konglomerat didalamnya.
Perkembangan konglomerasi media di Indonesia dimulai para awal era
80-an, ketika pemerintah Orde Baru membuka pintu lebar-lebar kepada kapitalisme
untuk masuk ke dalam negeri. Gejala konglomerasi media bertumbuh seiring
perubahan watak jurnalisme dari “Pers Perjuangan” ala Soekarno menjadi “Pers
Pancasila” yang industrialis ala Soeharto. Trennya makin meningkat di masa
Reformasi 1998 dan pasca Reformasi tahun 2001 hingga saat ini.
Pasar media merupakan suatu pasar yang memiliki karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan jenis pasar lainnya. Media tidak hanya memproduksi suatu barang, tetapi media juga memproduksi jasa. Barang yang ditawarkan adalah tayangan program dari media itu sendiri, dan jenis jasa yang ditawarkan adalah media massa sebagai medium untuk menghubungkan antara pengiklan dengan khalayak pengkonsumsi media massa. Media massa mencoba untuk mencari jalan untuk mengefisien dan mengefektifkan produksi mereka agar keuntungan yang mereka peroleh dapat maksimum. Menghadapi persaingan yang sangat ketat dalam bisnis media massa yang memerlukan kekuatan sosial ekonomi ini, maka terjadi kecenderungan konsolidasi media yang kemudian mengarah kepada munculnya kelompok pemain raksasa media massa yang kemudian mengakibatkan terjadinya konsentrasi kepemilikan media massa.
Pasar media merupakan suatu pasar yang memiliki karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan jenis pasar lainnya. Media tidak hanya memproduksi suatu barang, tetapi media juga memproduksi jasa. Barang yang ditawarkan adalah tayangan program dari media itu sendiri, dan jenis jasa yang ditawarkan adalah media massa sebagai medium untuk menghubungkan antara pengiklan dengan khalayak pengkonsumsi media massa. Media massa mencoba untuk mencari jalan untuk mengefisien dan mengefektifkan produksi mereka agar keuntungan yang mereka peroleh dapat maksimum. Menghadapi persaingan yang sangat ketat dalam bisnis media massa yang memerlukan kekuatan sosial ekonomi ini, maka terjadi kecenderungan konsolidasi media yang kemudian mengarah kepada munculnya kelompok pemain raksasa media massa yang kemudian mengakibatkan terjadinya konsentrasi kepemilikan media massa.
Gejala konsentrasi media juga terjadi di Indonesia, contohnya yaitu MNC yang memiliki RCTI, TPI, GLOBAL TV, Radio Trijaya, Koran Seputar Indonesia, Indovision, dan Okezone.com, atau Group Bakrie yang memiliki ANTV dan TVOne. Setelah Orde Baru tumbang, stasiun-stasiun televisi baru ramai bermunculan. Hal ini sebagai akibat dari euforia demokratisasi,. Pada waktu yang sama, korporasi-korporasi media mulai terbentuk. Menurut Satrio Arismunandar, sekarang ini telah terbentuk setidaknya tiga kelompok korporasi media . Korporasi media pertama adalah PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) yang dimiliki oleh Harry Tanoesoedibjo yang membawahi RCTI (PT Rajawali Citra Televisi Indonesia), TPI (PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia), dan Global TV (PT Global Informasi Bermutu). Kelompok kedua berada di bawah PT Bakrie Brothers (Group Bakrie) yang dimiliki oleh Anindya N. Bakrie. Grup Bakrie ini membawahi ANTV (PT Cakrawala Andalas Televisi) yang kini berbagi saham dengan STAR TV (News Corp, menguasai saham 20%) dan Lativi yang sekarang telah berganti nama menjadi TvOne. Kelompok ketiga adalah PT Trans Corpora (Group Para). Grup ini membawahi Trans TV (PT Televisi Trasnformasi Indonesia) dan Trans-7 (PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh).
Konsentrasi media yang terjadi dikhawatirkan membawa sejumlah dampak negatif, tidak hanya pada perkembangan kelangsungan sistem media di Indonesia, melainkan juga dampak pada isi atau konten yang disampaikan kepada masyarakat. Pemerintah Indonesia yang telah melihat akan potensi merugikan dari adanya konsentrasi suatu perusahaan mencoba mengintervensi dengan menghadirkan sejumlah peraturan yang mengatur mengenai kepemilikan perusahaan namun pengusaha mampu melihat dan memanfaat celah-celah kebolongan dari regulasi yang ada untuk dapat membuat sejumlah strategi, termasuk strategi konsentrasi media guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya.
Nama Lengkap : Hary Tanoesoedibjo
Profesi : -
Agama : Kristen
Tempat Lahir : Surabaya, Indonesia
Warga Negara : Indonesia
BIOGRAFI
Hary Tanoesoedibjo adalah seorang pengusaha dari Indonesia. Saat
ini Hary memegang beberapa jabatan strategis di berbagai perusahaan terkemuka
di Indonesia. Selain itu, Hary saat ini juga memegang berbagai posisi di
perusahaan-perusahaan lainnya di bawah bendera Global Mediacom dan Bhakti
Investama.
Ia telah berulang kali menjadi pembicara di berbagai seminar dan menjadi dosen tamu dalam bidang Keuangan Perusahaan, Investasi dan Manajemen Strategis untuk program magister di berbagai perguruan tinggi.
Pada 2011, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, Harry menduduki peringkat ke-22 dengan total kekayaan US$ 1,19 miliar.
Karirnya tidak hanya berhenti sampai disitu, dia bahkan menjabat sebagai Bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia atau yang disingkat dengan KONI. Beliau melakoni semua itu dengan kemampuannya yang sangat besar. Hary memang terkenal giat dan terampil. Selain itu kecerdasannya mampu membawanya menjadi jajaran orang penting di Indonesia. Kemampuan manajemen nya yang bagus membuatnya mampu menjalankan perannya di berbagai perusahaan yang dia miliki sehingga semua perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik dan terorganisir.
Dari berbagai perusahaan yang beliau miliki beliau berhasil menjadi milioner yang layak diperhitungkan dan dipandang oleh kalangan pebisnis lain. Untuk itulah beliau sering dihadirkan sebagai pembicara untuk berbagai seminar untuk menyalurkan kemampuannya kepada pebisnis Indonesia yang lain. Dalam pencapaian kesuksesannya, dia memiliki empat kunci. Yakni, fokus dengan tujuan, berdoa, membangun karakter yang baik, dan disiplin untuk komitmen.
Pada Juni 2012, Hary Tanoesoedibjo diperiksa oleh KPK sehubungan dengan kasus korupsi Tommy Hindratno, pejabat pajak di Kantor Pajak Sidoarjo, dan James Gunarjo, yang diyakini terhubung dengan Bhakti Investama, perusahaan milik Hary Tanoesoedibjo. Namun, Hary menegaskan bahwa perusahaannya tidak terlibat. Menurutnya, tersangka James dan Tommy tidak berkaitan dengan PT Bhakti Investama, apalagi dirinya.
Pada 2 Juli 2013, Hary terpilih sebagai cawapres dari Partai Hanura mendampingi Wiranto. Ketua Dewan Pertimbangan Hanura ini terjun ke politik karena keprihatinan. Korupsi, penegakan hukum, pendidikan dan (penanganan) kesenjangan sosial masih lambat.
Setelah diskusi dengan Wiranto, dia mengaku punya visi dan misi yang sama membangun Indonesia sesuai potensi untuk membangun Indonesia. Untuk mengabdi kepada rakyat Indonesia agar dapat berubah menjadi lebih baik.
Sementara itu menurut Saleh Husin, Sekjen Hanura, Hary dipilih karena dia mempunyai citra yang bagus, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.
Riset dan analisa oleh Vizcardine Audinovic
Ia telah berulang kali menjadi pembicara di berbagai seminar dan menjadi dosen tamu dalam bidang Keuangan Perusahaan, Investasi dan Manajemen Strategis untuk program magister di berbagai perguruan tinggi.
Pada 2011, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, Harry menduduki peringkat ke-22 dengan total kekayaan US$ 1,19 miliar.
Karirnya tidak hanya berhenti sampai disitu, dia bahkan menjabat sebagai Bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia atau yang disingkat dengan KONI. Beliau melakoni semua itu dengan kemampuannya yang sangat besar. Hary memang terkenal giat dan terampil. Selain itu kecerdasannya mampu membawanya menjadi jajaran orang penting di Indonesia. Kemampuan manajemen nya yang bagus membuatnya mampu menjalankan perannya di berbagai perusahaan yang dia miliki sehingga semua perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik dan terorganisir.
Dari berbagai perusahaan yang beliau miliki beliau berhasil menjadi milioner yang layak diperhitungkan dan dipandang oleh kalangan pebisnis lain. Untuk itulah beliau sering dihadirkan sebagai pembicara untuk berbagai seminar untuk menyalurkan kemampuannya kepada pebisnis Indonesia yang lain. Dalam pencapaian kesuksesannya, dia memiliki empat kunci. Yakni, fokus dengan tujuan, berdoa, membangun karakter yang baik, dan disiplin untuk komitmen.
Pada Juni 2012, Hary Tanoesoedibjo diperiksa oleh KPK sehubungan dengan kasus korupsi Tommy Hindratno, pejabat pajak di Kantor Pajak Sidoarjo, dan James Gunarjo, yang diyakini terhubung dengan Bhakti Investama, perusahaan milik Hary Tanoesoedibjo. Namun, Hary menegaskan bahwa perusahaannya tidak terlibat. Menurutnya, tersangka James dan Tommy tidak berkaitan dengan PT Bhakti Investama, apalagi dirinya.
Pada 2 Juli 2013, Hary terpilih sebagai cawapres dari Partai Hanura mendampingi Wiranto. Ketua Dewan Pertimbangan Hanura ini terjun ke politik karena keprihatinan. Korupsi, penegakan hukum, pendidikan dan (penanganan) kesenjangan sosial masih lambat.
Setelah diskusi dengan Wiranto, dia mengaku punya visi dan misi yang sama membangun Indonesia sesuai potensi untuk membangun Indonesia. Untuk mengabdi kepada rakyat Indonesia agar dapat berubah menjadi lebih baik.
Sementara itu menurut Saleh Husin, Sekjen Hanura, Hary dipilih karena dia mempunyai citra yang bagus, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia.
Riset dan analisa oleh Vizcardine Audinovic
PENDIDIKAN
Bachelor of Commerce (Honours), Carleton University, Ottawa-Kanada
(1988)
Master of Business Administration, Ottawa University,
Ottawa-Kanada (1989)
KARIR
Pendiri, pemegang saham, dan Presiden Eksekutif Grup PT Bhakti
Investama Tbk.
Presiden Direktur PT Global Mediacom Tbk
Presiden Direktur PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC)
Presiden Direktur PT Rajawali Citra Televisi Indonesia
(RCTI)
Komisaris PT Mobile-8 Telecom Tbk,
Komisaris Indovision
Bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI)
PENGHARGAAN
Peringkat ke-22 orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes
2011.
Unpredictable Newsmaker 2011 dari media portal Rakyat Merdeka
Online(RMOL)
Konsentrasi kepemilikan media ini ini bukanlah semata-mata
fenomena bisnis, melainkan fenomena ekonomi-politik yang melibatkan kekuasaan. PT Media Nusantara Cipta
(PT MNC Terbuka) merupakan salah satu
konglomerasi
media terbesar di Indonesia. Perusahaan media ini memiliki bisnis di
bidang produksi program, distribusi program,
saluran
televisi terrestrial,
saluran program televisi, surat kabar, tabloid dan jaringan radio. Perusahaan ini boleh dikatakan sebagai perusahaan media yang terintegrasi secara raksasa.
Saat ini unit usaha yang dimiliki PT. Media Nusantara Citra dapat dilihat sebagai berikut
STASIUN PENYIARAN TELEVISI
MNC memiliki dan mengelola operasional untuk tiga stasiun televisi nasional Free-To-Air yang terdiri dari RCTI, MNCTV, dan Global TV, serta SUN TV merupakan TV lokal berjaringan yang
saat ini sudah terdapat di 16 kota besar di Indonesia.
MEDIA CETAK
Newspaper : Seputar Indonesia
Tabloid. MNC memiliki 2 tabloid yang membidik 2 segmen pembaca yang berbeda. Tabloid mingguan Genie adalah tabloid dengan sirkulasi terbesar ke
tiga yang fokus pada gaya hidup dan gosip selebritis. Pada Agustus 2006, MNC meluncurkan tabloid Mom&Kiddie yang fokus terhadap informasi dan artikel yang mengulas tentang ibu dan anak dan terbit setiap dua minggu
Majalah. MNC memiliki 3 majalah yang terdiri dari HighEnd, HighEnd Teen dan Just For Kids. HighEnd terbit secara bulanan yang
berisikan artikel eksklusif dengan mengusung motto:
People, Luxuries and Beyond. HighEnd Teen terbit
secara bulanan yang menargetkan pembaca muda dari kalangan keluarga
menengah ke atas.
Sementara Just For Kids adalah majalah bulanan yang diluncurkan pada Juli 2010 dengan artikel-artikel menarik yang dirancang untuk mendidik, meningkatkan imajinasi dan membangun karakter anak-anak dengan
baik.
JARINGAN RADIO
MNC mengoperasikan dan mengelola
salah
satu jaringan radio terbesar di Indonesia melalui
MNC Networks, yang menaungi
empat radio
yaitu SINDO Radio
sebagai stasiun
radio nomor satu
dengan program
beritanya;
Radio Dangdut Indonesia sebagai stasiun radio terdepan untuk
segmen menengah ke bawah; V-Radio sebagai pilihan utama para wanita dan Global Radio untuk para kalangan muda.
MANAJEMEN ARTIS
PT Star Media Nusantara dibentuk untuk mencari, mempromosikan dan mengelola artis-artis berbakat untuk menjadi generasi bintang berikutnya di
dunia hiburan.
MEDIA ON-LINE
Okezone.com diluncurkan pada
bulan Maret 2007 sebagai portal Internet yang memberikan platform
on-line untuk
mendistribusikan
content
berita dan
non- berita termasuk content dari televisi Free-To-Air, radio dan media cetak yang sudah ada. Saat ini, Okezone.com memiliki 8
juta pembaca yang membuka situs tersebut setiap hari.
VALUE ADDED SERVICES (VAS)
Value Added Services dioperasikan oleh Linktone Ltd untuk pasar di
Republik Rakyat Cina guna
menyajikan portfolio content
nirkabel dan aplikasi
dengan platform teknologi yang beragam
meliputi
SMS, MMS, WAP dan
JAVA / BREW.
Layanan
Linktone termasuk
media personal seperti
nada dering, ring back tones, screen saver,
permainan nirkabel dan
hiburan. PT Linktone Indonesia mengoperasikan VAS untuk pasar di Indonesia dengan menggunakan konten dan aplikasi VAS yang canggih dari Linktone Ltd.
AGEN PERIKLANAN KREATIF DAN RUMAH PRODUKSI
MNC melakukan
bisnis
agensi periklanan melalui Cross Media International
(CMI). CMI
menyediakan layanan
komunikasi terpadu, mulai dari media kreatif, produksi
hingga aktifasi dalam satu paket untuk menjawab
kebutuhan
klien. MNC
memproduksi
film-film layar lebar,
FTV
dan
sinetron melalui
MNC Pictures, yang
didukung oleh tenaga ahli dan platform media yang
bernaung di bawah MNC.
CHANNEL PROGRAM TV
MNC telah menciptakan chanel sebagai berikut dari content library:
MNC News – program berita 24 jam, berita - infotainmen, berita olahraga dan berita gaya hidup.
MNC Entertainment – channel
program hiburan
24 jam terdiri
dari serial drama, film lokal, komedi situasi, reality show dan content hiburan lainnya.
MNC Music Channel – program musik 24 jam.
MNC International – content umum 24
jam dengan target distribusi
pada negara dengan komunitas Indonesia dan Malaysia yang cukup besar.
MNC Lifestyle – content program 24 jam untuk wanita yang berhubungan dengan tren terkini dari sisi fesyen, kecantikan, kesehatan dan berita selebritis
Indonesia.
MNC Business – content program 24 jam yang berhubungan dengan bisnis dan investasi
Gambar 01: Struktur Organisasi Perusahaan
MNC Grup melakukan perpanjangan institusional media melalui bentuk korporasi baik vertical maupun horizontal. Proses spasialisasi yang bersifat vertikal
adalah proses integrasi antara induk perusahaan dan
anak
perusahaannya yang dilakukan dalam
satu
garis bisnis untuk memperoleh sinergi, terutama untuk memperoleh kontrol dalam produksi media (Mosco, 2009:158-159). Pada tataran vertical terlihat bagaimana korporasi ini
menguasai produksi konten media
hingga
distribusinya. MNC
Grup mempunyai manajemen artis, agen periklanan dan beberapa rumah produksi yang
menjadi content utama dari
media-media massa yang bernaung di bawahnya. Integrasi horizontal pun terjadi dalam kelompok media MNC, ditandai adanya
diversifikasi yang ditunjukkan dengan
keberagaman jenis media massa dan adanya berbagai jaringan yang dapat digunakan untuk dapat saling
mempromosikan jenis medianya satu sama lain. Yang dimaksud dengan diversifikasi
media adalah proses penganekaragaman usaha ekonomi sosial yang
dilakukan oleh suatu industri atau pelaku produksi media.
Pemerintah juga mencoba mengantifikasi
dengan membuat UURI tentang pers dan
kepemilikan media, UU RI NO 32 , 2002 salah satu UU yang mengatur tentang
kepemilikan Media, ini di buat dengan cover untuk melindungi masyarakat
Indonesia,
BAB III
ANALISIS
3.1 Konglomerasi Media Indonesia
Menurut Analisis
saya Konglomerasi Media di Indonesia sudah tidak bisa terhindarkan, hampir
semua media di Indonesia di miliki segelintir orang, bisnis media yang mereka
bangun dengan citra sebagai media Education untuk masyarakat sepertinya tidak
kita lihat lagi di jaman sekarang, tidak kita lihat dan kita ketahui peran
Media saat ini yang mungkin banyak orang belum sadar apa yang dilakukan media
terhadap kita, terutama khalayak, media tidaklah produktif lagi dengan tontonan
yang sudah jelas melanggar dari undang-undang Pers maupun kode etik, ada apa
dengan negri ini ? lembaga di buat untuk mengawasi, tapi selalu lolos dari
pelanggaran tersebut ada banyak pelanggaran yangdi lakukan media jika kita
merujuk pada Undang-Undang Pers dan Kode Etik Republik Indonesia, dari UURI NO
33 2009 Pasal 10,50,57,58,59,60,61 tentang perfilman, yang tidak sesuai dengan
implementasi oleh media dan oleh pemerintah dalam merepkan UU tersebut, itu
hanya beberapa tentang kejanggalan yang terjadi, berhubung ini bahasan tentang
Konglemerasi Media ada Undang-undang yang sangat menarik perhatian, yaitu Undang-Undang
Repulik Indonesia Tahun 2002 pasal 18 (Pemusatan kepemilikan dan
penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh orang atau satu badan hukum, baik
disatu wilayah maupun di beberapa
wilayah siaran di batasi. Menurut saya Undang-undang ini sangat tidak
jelas, undang-undang di buat yang katanya untuk kepentingan Rakyat Justru untuk
Kepentingan Pemilik Media, undang-undang tersebut sengaja di buat untuk membuat
sebuah permainan ekonomi-politik, undang-undang di buat seolah peduli kepada
rakyat tapi untuk kekuasaan pemilik media, kata terakhir dari undang-undang
tersebut harusnya bisa di pertegas dengan angka nominal di belakang kata di
Batasi , dengan begitu undang-undang tersebut sangat tidak jelas, dan
Penyebab terjadi Konglomerasi Media di Indonesia adalah akibat dari
undang-undang tersebut ketidak jelasan
itulah sehingga para pemilik modal membangun bisnisnya tanpa batasan, dan jelas
bukan hanya kepemilikan media tetapi juga nilai-nilai positif sebuah informasi
dari media tersebut bukanlah yang utama, para media saat ini lebih mengutamakan
rating dari pada edukasi dari setiap tayangannya, mengabaikan UU tentang
penyiaran, apa yang dilalukan pemerintah soal ini ? , justru Negri ini seperti
kehilanagan kedaulatan HUKUM yang telah di buat, udang-undang tersebut tidak ada mengalami
Revisi hingga tahun 2015, apa yang di lakukan petinggi negara kita soal UU yang tidak jelas, 13 belas tahun setelah
UU itu di buat para konglomerasi Media semakin menunjukan jati dirinya bersaing
untuk mendapatkan kekuasaan, dengan media mereka, khalayak lupa mungkin
terbodohi oleh media mereka, saat ini konglomerasi media terbesar adalah MNC
group, konglomerasi Media tidak juga
bisa sepenuhnya di salahkan tapi aturan pemerintahlah yang harusnya di revisi
agar tidak terjadi tindakan tersebut, dan bisa jadi ada peran oknum pemilik
media dan pemerintah jual beli hukum agar bisnis mereka terus berkembang, itu
sebuah kemungkinan yang terjadi apabila kita bertanya undang-undang tersebut
tindak di revisi untuk ketegasan sebuah Hukum.
Faktor kepemilikan media tersebut menyebabkan isu ekonomi politik
media memiliki konsekuensi: Homogenisasi, Agenda Setting, dan Hegemoni Budaya.
(Wayne, 2003:124
a. Homogenisasi
yang dapat
diartikan sebagai
: “Financial
pressures
ands other forces lead all media products to becom similar, standard and uniform” atau penyeragaman bentuk tayangan atau
program. Efek homogenisasi adalah konten yang ditampilkan oleh media hanya konten yang secara ekonomi mendatangkan
rating tinggi untuk
menarik pengiklan
sebanyak mungkin. Program-program acara Infotainment, berita criminal, sinetron, reality show merupakan tayangan
‘wajib’ pada semua stasiun televisi yang bernaung pada kelompok MNC karena sangat menarik pengiklan. Produk jurnalisme sebagai output media massa pun dikendalikan oleh pasar yang hanya melihat keuntungan dari sisi ekonomi saja. Suatu peristiwa yang diliput oleh seorang jurnalis pada suatu kelompok media akan menyiarkan peristiwa
tersebut dalam sudut pandang yang sama tetapi disiarkan
oleh media
yang
berbeda. Hal
ini akan
menimbulkan keseragaman
konten/homogenitas
pemberitaan dan informasi akibat dari diversifikasi media. Masyarakat akan sulit untuk mencari referensi lain dan sulit untuk melihat sisi lain dari suatu kasus yang
diangkat
oleh pemberitaan
media
massa
karena
homogenitas tersebut akibat kepemilikan yang berpusat.
Contohnya yaitu : berita
yang disajikan di RCTI, Global
TV, MNC TV, Okezone.com,
Harian Seputar Indonesia dan Sindo Radio akan
memiliki
sudut pandang yang sama terhadap suatu
kasus. Masyarakat hanya
akan menerima
berita
dan informasi
yang itu-itu saja. Ketika
masyarakat mencoba untuk beralih
dari suatu
media
ke media lain, yang akan
tetap mereka temui
adalah pemberitaan yang serupa karena faktor kepemilikan yang sama.
Adanya konsentrasi media massa juga dapat
mengakibatkan homogenitas pemberitaan
dan informasi. Masyarakat akan sulit untuk mencari referensi lain dan sulit untuk melihat sisi lain dari suatu kasus yang diangkat oleh pemberitaan
media massa karena homogenitas tersebut akibat kepemilikan yang berpusat.
b. Agenda setting
merupakan upaya media untuk membuat
pemberitaan tidak semata-mata
menjadi
saluran isu
dan peristiwa
melainkan ada
strategi dan kerangka yang
dimainkan media sehingga pemberitaan memiliki nilai lebih yang diharapkan oleh media. Teori agenda setting berangkat dari asumsi “menciptakan apa yang menurut publik dianggap penting.” Media menata (men-setting) sebuah
agenda terhadap isu tertentu sehingga isu itu dianggap penting
oleh
publik yang salah
satunya karena isu tersebut berhubungan dengan kepentingan publik, baik secara langsung atau tidak. Caranya, media dapat menampilkan isu-isu itu secara
terus menerus dengan memberikan ruang dan
waktu bagi publik untuk mengkonsumsinya, sehingga publik sadar atau
tahu akan isu-isu tersebut,
kemudian publik menganggapnya penting dan
meyakininya. Sebetulnya, dengan
kata lain, isu yang dianggap publik penting pada dasarnya adalah karena media menganggapnya penting. Reese dan Shoemaker dalam Morrisan (2010 :
96) mengatakan
bahwa agenda media merupakan
hasil tekanan (pressure)
yang berasal dari dalam dan luar media. Kepemilikan media dapat mempengaruhi tayangan karena terjadinya perubahan kebijakan perusahaan menyangkut
nilai- nilai, tujuan, dan
budaya kerja. Pemilik media biasanya memaksimalkan
keuntungan yang
terkadang mengorbankan objektivitas berita. Selain itu, media yang ia miliki digunakan untuk mendongkrak atau membela pemilik bila sang pemilik sedang
diterpa isu.
Hal ini dapat dengan mudah dilakukan oleh pemilik
dengan meminta spot khusus dalam program medianya yang dapat menciptakan kesan yang positif dari diri sang
pemilik.Contoh kasus, pada tahun 2006, kasus NCD (Negotiable Certificate of
Deposit) fiktif yang melibatkan Hary Tanoesoedibjo, ramai dibicarakan di berbagai media, baik cetak maupun elektronik, berkaitan dengan kemungkinan tindak pidana korupsi yang
bisa menimbulkan kerugian negara. Pemberitaan media massa nasional umumnya menempatkan pemilik MNC
tersebut sebagai orang yang bersalah. Tetapi pemberitaan
di media-media kelompok MNC berlawanan dengan
berita pada media lainnya, antara lain di RCTI, Trijaya FM, dan Trust.
Dalam pemberitaan di RCTI, kasus NCD fiktif Hary
Tanoe muncul secara khusus dalam Dialog
Khusus pada tanggal
20 Februari
2006.. Dalam pemberitaan di Trijaya
FM, pembelaan yang dilakukan untuk membela pemiliknya ini tersaji dalam acara rutin diaolg interaktif Trijaya FM
dalam acara
Jakarta First Channel. Sampul
majalah berita ekonomi
dan
bisnis
Trust edisi 19
Tahun IV,
20-26
Februari 2006 ini berjudul
“Kisah di Balik NCD Unibank”. Sementara dalam artikel online, Trust versi
online
mengeluarkan artikel berjudul “Mengikuti Jejak Lama Sukanto Tanoto, Aktor Utama Kasus NCD” pada tanggal 9 April 2006. Jelas terlihat bahwa media-media tersebut berpihak kepada Hary Tanoe dan lebih menitikberatkan sisi negatif ke
pihak yang lain. Dan muncul kesan mengalihkan fokus
yang
sangat menunjuk
Hary Tanoesoedibjo. Hubungan antar
pemilik
media, yaitu
Hary Tanoe dengan media-medianya menciptakan
pemberitaan yang berpihak kepada Hary Tanoe.
Pemilik media
merupakan orang-orang yang membangun kerajaan
bisnisnya dengan berupaya dekat dengan kekuasaan dan beberapa di antara ada yang duduk sebagai
orang penting di pemerintahan
serta ada pula
yang merupakan
tokoh penting pada salah satu partai . Tidak menutup kemungkinan mereka membangun media untuk memuluskan kepentingannya dalam hal
perpolitikan dan penyebaran
ideologi tertentu,
melalui media. Hal ini dapat dilihat dari wajah
media yang mereka bentuk, di mana saat
ini banyak media yang mengawal
kepentingan
pemilik media seperti yang baru baru
ini terlihat
bagaimana
media dalam kelompok MNC mengekspose aktivitas partai baru Nasional Demokrat, di mana sang
pemilik Hary
Tanoe bergabung di dalamnya. Bahkan, demi mendapatkan simpati publik bagi sang partai baru, media dalam kelompok konglomerasi ini ramai ramai menyiarkan kegelisahan masyarakat dan perlawanan politik terhadap rencana pemerintah untuk menaikan harga bahan bakar minyak. Padahal di sisi lain
masih banyak
agenda agenda
penting lainnya
yang harus diketahui
oleh publik. Hak yang harus didapat masyarakat dari media adalah mereka mendapatkan Diversity Informasi jelas tidak akan dipenuhi.
Banyaknya pengaruh yang masuk dalam media, memungkinkan munculnya
statemen atau bahkan pidato politik
pemilik televisi muncul dengan durasi yang tidak patut.
Khalayak
dipaksa “menikmati” statemen
atau
pidato
politik yang sarat kepetingan pemilik dengan afiliasi politiknya. Fakta ini
didukung dengan
masuknya
sejumlah
pengamat politik
tertentu
yang secara leluasa menyerang lawan politik tertentu secara leluasa dengan durasi yang panjang. Padahal, publi tahu pengamat tersebut bergabung dengan partai
politik tertentu. Semua
kerawanan yang bisa mencederai independensi, secara apik bisa
dikemas dalam sederet program talkshow, debat, liputan mendalam hingga paket berita biasa
Hal ini mengindikasikan bahwa media
bisa
saja mensetting suatu permasalahan yang tidak terkait dengan kepentingan publik tetapi mengakomodasikan keinginan atau permintaan sang
pemilik. Karena kepentingan ekonomi media massa, maka pers akan berubah tidak
lagi menjadi pers yang
idealis karena ada campur tangan pemilik media yang akan menjadi gatekeeper utama menentukan
informasi dan opini “pilihan” untuk diterima oleh masyarakat luas. Hal ini
akan
membuat informasi yang sampai
ke masyarakat
telah
diatur sedemikian
rupa tanpa disadari dan menjadi tidak seimbang. Khalayak dihadapkan pada minimnya alternative pilihan sumber informasi karena informasi yang ada sudah dikuasai oleh segelintir kelompok tertentu yang seringkali informasi tersebut bersifat bias. Padahal jika
mengacu pada konsep Habermas, media massa merupakan public sphere yang seharusnya dijaga dari berbagai kepentingan.
c. Hegemoni Budaya merupakan pandangan bahwa telah terjadi dominasi oleh salah satu
kelas di masyarakat atas kelas-kelas lainnya. Hegemoni budaya mengidentifikasi dan menjelaskan dominasi
dan upaya mempertahankan kekuasaan, metode
yang dipakai mereka
yang berkuasa
atas
kelas-kelas yang subordinat untuk menerima dan mengadopsi the ruling-class values.
Dominasi berasal dari kemampuan
politik dan ekonomi dalam menyampaikan kepada masyarakat ideology atau system ide yang mereka sukai. Melalui media yang kian
terbuka dan
terjangkau,
masyarakat menerima berbagai informasi tentang peradaban baru dari
seluruh penjuru dunia. Contohnya, saat ini wanita-
wanita Indonesia
sangat
terpengaruh
oleh
trend mode/fashion,
life style/gaya
hidup yang dilihat melalui sinetron yang ditampilkan media.
Media
selalu
berhubungan dengan ideologi dan
hegemoni.
Hal ini berkaitan dengan cara
bagaimana sebuah realitas wacana atau teks ditafsirkan dan dimaknai dengan cara
pandang
tertentu.
Antonio
Gramsci
dalam
Morrisan
(2010:166)
mengatakan bahwa media
berfungsi untuk melegitimasi kekuasaan dan menanamkan kesadaran palsu (false
consciousness) bagi khalayak. Hegemoni
merujuk
pada upaya pelanggengan kekuasaan
yang
dilakukan oleh
kelompok yang berkuasa. Media memberikan
sebuah fungsi hegemoni yang secara terus
menerus memproduksi sebuah ideology yang kohesif (ideology yang meresap),
satu perangkat nilai-nilai “commonsense” dan norma norma yang memproduksi
dan mengesahkan dominasi struktur sosial tertentu yang mana kelas –
kelas sub- ordinasi berpartisipasi di dalam dominasi mereka itu. Media merupakan sumber kebudayaan paling penting, sebab ia
adalah tempat utama bagi manajemen keberkesanan dan
mendefinisikan
posisi sosial dan
status. Dalam konteks Indonesia
dan negara-negara penganut neoliberalisme
lainnya, afiliasi partai politik dan media adalah obsesi tersendiri bagi pejuang kekuasaan.
Hegemoni
tidak bersifat tetap
dan mencari keseimbangan, dan dengan demikian terbuka ke atas perubahan terstruktur.
Pemilik konglomerasi media
biasanya merupakan seseorang yang dekat dengan kekuasaaan. Hal itu
tidak menutup kemungkinan mereka membangun perusahaan media untuk memuluskan kepentingannya selain dalam hal
ekonomi, tetapi juga dalam hal
perpolitikan dan penyebaran ideologi tertentu seperti
halnya ergabungnya pemilik kelopok media MNC ke partai NASDEM.
Stuart Hall (Morrisan, 2010:168) berpendapat Media massa cenderung mengukuhkan ideology dominan untuk
menancapkan kuku kekuasaannya melalui Hegemoni .
Melalui media massa pula juga menyediakan frame work bagi berkembangnya
budaya
massa.
Melalui
media massa pula kelompok dominan terus-menerus menggerogoti, melemahkan dan meniadakan potensi tanding dari pihak-pihak yang dikuasainya. Media massa bukan hanya sebagai media pengirim pesan
tapi juga mempengaruhi nilai
nilai budaya
dan membuat
streotype
mengenai gender, ras, dan etnik.
Dan
memiliki kontribusi terhadap pengalaman komunikasi dan bisa saja memonopoli dunia pemikiran seseorang.
Media berperan besar dalam membentuk makna budaya dan media dipandang sebagai teknologi
pembawa budaya.
Media menginvasi ruang
kehidupan kita, membentuk cita rasa orang-orang di
sekitar kita, memberitahu dan membujuk kita dengan
berbagai
produk
dan kebijakan, dan
mengundang kita untuk
hidup
bersama. Media menyampaikan pesan yang mendorong orang untuk menerima
apa yang menjadi tujuan, impian,
dan
standar keberhasilan
hidup. Khalayak menjadi
tidak menyadari
adanya
dominasi dalam kehidupan mereka.
Sistem sosial yang mereka dukung justru telah mengeksploitasi mereka sendiri, mulai dari budaya popular hingga agama.
Perkembangan
industri
yang berkiblat
pada perkembangan di dunia barat dan masuk budaya barat ke
dalam
masyarakat melalui isi yang ditampilkan oleh media sehingga dapat berakibat pada penjajahan budaya di
masyarakat. Media popular cenderung mengandalkan aspek hiburan dan berorientasi komersial. Hal ini makin menumbuhkan
perilaku
konsumtif
pada
masyarakat.
Perembesan ideology
hegemonic
yang beroperasi melalui
pesan media
menciptakan gaya hidup (life style) atau pola tingkah laku sehari-hari dalam
masyarakat. Dimulai dalam hal pemilihan gaya arsitektur rumah, penataan ruang, pemilihan perabot rumah, gaya busana, penampilan, mode rambut, merek sepatu, dasi, make up, lipstick hingga soal kulit, kuku, alis mata, ukuran tubuh yang ideal semuanya
menjadi sentrum
(pusat) kesadaran baru manusia modern
dan
gaya hidup
kekotaan (Ibrahim, 2011:30)
BAB IV
KESIMPULAN DAN
SARAN
3.1.2
Kesimpulan
Dalam industry media, korporasi merepresentasikan bentuk ketergantungan
media terhadap iklan. Hidup matinya suatu industry media sangat ditentukan oleh pendapatan dari
dukungan
iklan. Media lebih
ditekankan sebagai
pembuat
uang (money maker) daripada melayani kebutuhan informasi bagi masyarakat dan melaksanakan peran pengawasan (watch dog) bagi pemerintah dan pelaku bisnis.
Kepemilikan media di Indonesia sangat berpengaruh pada independensi media yang
bersangkutan. Konsentrasi kepemilikan media itu sendiri sangat berpengaruh terhadap
isi
atau
program
yang disampaikan kepada
masyarakat dimana isi atau
program tersebut merepresentasikan kepentingan
ekonomi maupun politik pemilik media. Akibatnya
kepentingan masyarakat untuk mendapatkan kebenaran menjadi
hilang. Dan efeknya, informasi tidak akan sepenuhnya tersampaikan kepada masyarakat.
Semua itu karena adanya proses agenda setting dan framing yang dilakukan oleh media yang disesuaikan dengan kepentingan pemilknya. Kebenaran yang tidak
didapatkan masyarakat tersebut dapat
menyebabkan masyarakat terhegemoni dengan menerima kebenaran versi media massa. Kepemlikan oleh
sekelompok tertentu juga berakibat pada terjadinya homogenisasi informasi
Tentu saja Konglomerasi media ini
sangat tidak sehat dalam iklim berdemokrasi dan
perpolitikan bangsa bangsa ini
mengingat pengaruh media yang begitu kuat terhadap kognitif khalayak. Jika mengacu pada Jurgen habemas menyatakan media massa
sesungguhnya adalah sebuah public sphere yang semestinya dijaga dari berbagai pengaruh dan kepentingan. Dalam artian
media selayaknya
menjadi “The Market Places Of Ideas” tempat
penawaran
berbagai gagasan sebagaimana setiap konsep pasar, yang mana hanya ide
terbaik sajalah yang pantas dijual dan ditawarkan.
Selama media masih dikuasai oleh ideology
dominan, maka mereka akan menggambarkan kelompok oposisi sebagai kaum marginal .
Media massa
akan senantiasa menjadi ajang hegemoni bagi kelompok yang
berkuasa artinya masyarakat patuh pada pada kehendak penguasa dan mereka secara tidak sadar berpartisipasi
dalam rangka kepatuhan tersebut.
Bauran partai politik dan konglomerat media dewasa ini
adalah konsekuensi logis dari kebebasan media. Media pun
terdistribusi berdasarkan kepentingan ideologi ataupun ekonomi. Dennis McQuail (2010; 93) menyatakan audiens pada dasarnya
adalah pasif, maka dengan demikian efek yang
dihasilkan adalah besar dan mempertegas struktur sosial yang
sudah kuat. Bertolak dari kesadaran bahwa pseudo- event dalam dunia politik, maka khalayak harus diberdayakan dari
kemungkinan manipulasi citra politik yang dikemas media.
3.1.3 Saran
Sebagai
Mahasiswa kita harus kritis dengan fenomena yang terjadi, sebagai manusia yang
terdidik yang mempelajari suatu ilmu kita tidak boleh membiarkan bangsa dan
negara kita hancur oleh para penjilat para penguasa, kita juga harus
benar-benar menilai suatu persoalan, melihatlah dari beberapa sudut
pandang siapa yang menjadi tersangka,
siapa yang harusnya kita salahkan dan siapa yang harusnya kita dukung.
Media saat ini lebih mempengaruhi khalayak untuk kepentingan
pribadi, menginformasikan berita yang tidak netral, khalayak menjadi korban media, media
berperan pemicu terjadi konflik, perdebatan sebuah opini dan yang belum tentu
benar, apa yang harus kita lakukan ? kita harus lebih cerdas sebagai mahasiswa,
membagi wawasan kita kepada orang yang tidak mengerti peran media seperti apa
saat ini, melakukan Gerakan Revolusi jilid 2 itu yang harusnya di lakukan
bangsa ini, membuat sebuah rovolusi
yang ter arah dan terencana bukan revolusi hampa seperti tahun 1998, membuat
revolusi penegakan hukum yang sebenar-benarnya, bukan menegakkan hukum yang di
buat-buat untuk kepentingan kantong pribad
DAFTAR PUSTAKA
Basri, M.Chatib dkk, 2000.Exit,
Voice and Loyality:
Ekonomi Politik Modal dan Peran Media Dalam Mass
Kritis dalam Pers Dalam ‘Revolusi Mei’ Runtuhnya
Ibrahim, Idi Subandy, 2011, Budaya Popular sebagai Komunikasi, jalasutra, Yogyakarta
McQuail Denis, 2010, Teori
Komunikasi Massa, Penerbit Salemba Humanika, Jakarta
Morrisan, 2010, Teori Komunikasi Massa, Ghalia Indonesia, Jakarta
Journal Rianto, Puji, 2005, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Yogyakarta, Vol.9, N0.1, hal 113-130, ISSN 1410-4946
Journal ,Sudibyo,Agus, 2004, Ekonomi Politik Media Penyiaran, LKiS, Yogyakarta
Journal Sinung Utami Hasri Habsari,2013
Specialisasi Media, jakarta
Ningtyas, Sagita. Konglomerasi industri media penyiaran di Indonesia analisisekonomi
politik pada group media nusantara citra. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah.
2010.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar