Hukum dan Kode Etik Komunikasi “Konglomerasi Media di Indonesia”

Hukum dan Kode Etik Komunikasi
Konglomerasi Media di Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang

    Di era globalisasi ini, kebutuhan akan informasi yang cepat menjadi sangat penting bagi masyarakat. Media massa merupakan bentuk komunikasi massa yang mampu menyediakan kebutuhan akan informasi yang cepat mengenai apa yang terjadi. Media sebagai bagian dari komunikasi massa memegang posisi penting dalam masyarakat dimana menurut Lasswell dan Wright, komunikasi massa memiliki fungsi sosial sebagai surveillance, korelasi dan interpretasi, transmisi budaya dan sosialisasi, serta sebagai media hiburan.

Peranannya yang penting inilah yang membuat industri media massa berkembang sangat pesat dan membuat media massa tidak hanya sebagai sebuah institusi yang idealis, seperti misalnya sebagai alat sosial, politik, dan budaya, tetapi juga telah merubahnya menjadi suatu institusi yang sangat mementingkan keuntungan ekonomi. Sebagai institusi ekonomi, media massa hadir menjadi suatu industri yang menjanjikan keuntungan yang besar bagi setiap pengusaha.
Dilihat dari sudut pandang ekonomi-politik media, kondisi media kontemporer ditandai dengan meluasnya konsentrasi dan konglomerasi media. Perluasan atas konsentrasi dan konglomerasi media ini juga pararel dengan konvergensi media. Di satu sisi tumbuh media dalam berbagai lini yang berbeda, namun di sisi yang lain, kepemilikan dari media semakin memusat pada segelintir orang saja.
Perkembangan konglomerasi media di Indonesia dimulai para awal era 80-an, ketika pemerintah Orde Baru membuka pintu lebar-lebar kepada kapitalisme untuk masuk ke dalam negeri. Gejala konglomerasi media bertumbuh seiring perubahan watak jurnalisme dari “Pers Perjuangan” ala Soekarno menjadi “Pers Pancasila” yang industrialis ala Soeharto. Trennya makin meningkat di masa Reformasi 1998 dan pasca Reformasi tahun 2001 hingga saat ini.

Pasar media merupakan suatu pasar yang memiliki karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan jenis pasar lainnya. Media tidak hanya memproduksi suatu barang, tetapi media juga memproduksi jasa. Barang yang ditawarkan adalah tayangan program dari media itu sendiri, dan jenis jasa yang ditawarkan adalah media massa sebagai medium untuk menghubungkan antara pengiklan dengan khalayak pengkonsumsi media massa. Media massa mencoba untuk mencari jalan untuk mengefisien dan mengefektifkan produksi mereka agar keuntungan yang mereka peroleh dapat maksimum. Menghadapi persaingan yang sangat ketat dalam bisnis media massa yang memerlukan kekuatan sosial ekonomi ini, maka terjadi kecenderungan konsolidasi media yang kemudian mengarah kepada munculnya kelompok pemain raksasa media massa yang kemudian mengakibatkan terjadinya konsentrasi kepemilikan media massa. 
Berbicara tentang media di Indonesia adalah berbicara tentang dua hal yakni sebuah  insitusi  kapitalis  dan  masyarakat   sebagai  konsumen   utamanya Media kapitalis  menunjukkan  bahwa  sebuah  medimassa baik cetamaupun  elektronik diciptakan untuk menjadi alat pencetak keuntungan bagi pemilik modal. Teknologi yang berkembang  dan  diterapkan  oleh media  massa  telah  memungkinkan  proses- proses penyampaian pesan melalui media massa dalam mengatasi hambatan ruang dan waktu.
Hal ini juga mengakibatkan ketergantungan khalayak terhadap media dan menumbuhkan budaya-budaya baru berkenaan dengan konsumsi media oleh masyarakat.  Melalui  polkepemilikan  dan  melalui  produk  yang disajikan,  media adalah perangkat ideologis yang melanggengkan dominasi kelas pemodal terhadap publik yang diperlakukan semata-mata sebagai konsumen.

Makalah ini mencoba memberikan gambaran mengenai fenomena media massa di Indonesia yaitu mengenai konglomerasi media di Indonesia, dan mecoba menelisik lebih jauh apa yang di lakukan pemerintah Indonesia dalam pencegahan Konglemerasi tersebut, dan menjelaskan salah satu tokoh besar kongmelerasi di Indonesia.

                                                         
1.2  Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas saya mencoba untuk menyajikan hal penting mengenai konteks Konglomerasi Media.

1.Apa itu Konglomerasi Media ?

2.Apa yang di lakukan Pemerintah Indonesia untuk mengantisipasi konglomerasi media di   Indonesia ?

3.Siapa  salah satu Tokoh Besar konglomerasi Media di Indonesia ?

1.3 Tujuan Penyusunan Makalah
 Adapun tujuan dari penyusunan makalah mengenai Konglomerasi Media dI Indonesia adalah sebagai berikut.
1.     Untuk memenuhi tugas saya untuk mata kuliah  Hukum Kode Etik   Komunikasi 
2.     Untuk memberikan informasi mengenai Konglomerasi Media di Indonesia.

1.4  Manfaat

Makalah ini diharapkan dapat memberikan manfaat berupa pengetahuan khususnya bagi penulis dan umumnya bagi pembaca untuk mengetahui bagaimana fenomena media di Indonesia saat ini dengan fokus pembahasan mengenai Konglomerasi Media di Indonesia.









BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Konglomerasi Media
Konglomerasi Media adalah penggabungan-penggabungan perusahaan media menjadi perusahaan yang lebih besar yang membawahi banyak media. Konglomerasi ini dilakukan dengan melakukan korporasi dengan perusahaan media lain yang dianggap mempunyai visi yang  sama. Pembentukan konglomerasi ini dengan cara kepemilikan saham, joint venture / merger, atau pendirian kartel komunikasi dalam skala besar. Akibatnya kepemilikan media yang berpusat pada segelintir orang.

2.2  Potret Konglomerasi Media di Indonesia
Media massa di Indonesia saat ini dalam perkembangannya telah bertransformasi menjadi sebuah industri bisnis yang menjanjikan. Kebutuhan masyarakat setiap harinya akan informasi dan hiburan menjadi toiak ukur betapa media menjadi tujuan utama orang-orang. Keberagaman jenis media semakin terlihat jelas, dan banyak pula diantaranya yang memiliki orientasi keuntungan dalam berbisnis. Sulit untuk memahami bisnis media jika kita belum memahami hal-hal yang dapat memengaruhi industri media. Bentuk baru dari bisnis media saat ini adalah konsolidasi dan integrasi media. Integrasi yang terjadi dalam media atau pemusatan kepemilikan media, berarti lebih sedikit perusahaan yang memiliki media. Perusahaan media menjadi bentuk perusahaan yang lebih besar, yang memiliki bentuk perushaan lain yang beroperasi di area bisnis berbeda. Pemusatan media telah memengaruhi hubungan antara beberapa jenis organisasi media dengan satu orang konglomerat didalamnya.
Perkembangan konglomerasi media di Indonesia dimulai para awal era 80-an, ketika pemerintah Orde Baru membuka pintu lebar-lebar kepada kapitalisme untuk masuk ke dalam negeri. Gejala konglomerasi media bertumbuh seiring perubahan watak jurnalisme dari “Pers Perjuangan” ala Soekarno menjadi “Pers Pancasila” yang industrialis ala Soeharto. Trennya makin meningkat di masa Reformasi 1998 dan pasca Reformasi tahun 2001 hingga saat ini.
Pasar media merupakan suatu pasar yang memiliki karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan jenis pasar lainnya. Media tidak hanya memproduksi suatu barang, tetapi media juga memproduksi jasa. Barang yang ditawarkan adalah tayangan program dari media itu sendiri, dan jenis jasa yang ditawarkan adalah media massa sebagai medium untuk menghubungkan antara pengiklan dengan khalayak pengkonsumsi media massa. Media massa mencoba untuk mencari jalan untuk mengefisien dan mengefektifkan produksi mereka agar keuntungan yang mereka peroleh dapat maksimum. Menghadapi persaingan yang sangat ketat dalam bisnis media massa yang memerlukan kekuatan sosial ekonomi ini, maka terjadi kecenderungan konsolidasi media yang kemudian mengarah kepada munculnya kelompok pemain raksasa media massa yang kemudian mengakibatkan terjadinya konsentrasi kepemilikan media massa. 

Gejala konsentrasi media juga terjadi di Indonesia, contohnya yaitu MNC yang memiliki RCTI, TPI, GLOBAL TV, Radio Trijaya, Koran Seputar Indonesia, Indovision, dan Okezone.com, atau Group Bakrie yang memiliki ANTV dan TVOne. Setelah Orde Baru tumbang, stasiun-stasiun televisi baru ramai bermunculan. Hal ini sebagai akibat dari euforia demokratisasi,. Pada waktu yang sama, korporasi-korporasi media mulai terbentuk. Menurut Satrio Arismunandar, sekarang ini telah terbentuk setidaknya tiga kelompok korporasi media . Korporasi media pertama adalah PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) yang dimiliki oleh Harry Tanoesoedibjo yang membawahi RCTI (PT Rajawali Citra Televisi Indonesia), TPI (PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia), dan Global TV (PT Global Informasi Bermutu). Kelompok kedua berada di bawah PT Bakrie Brothers (Group Bakrie) yang dimiliki oleh Anindya N. Bakrie. Grup Bakrie ini membawahi ANTV (PT Cakrawala Andalas Televisi) yang kini berbagi saham dengan STAR TV (News Corp, menguasai saham 20%) dan Lativi yang sekarang telah berganti nama menjadi TvOne. Kelompok ketiga adalah PT Trans Corpora (Group Para). Grup ini membawahi Trans TV (PT Televisi Trasnformasi Indonesia) dan Trans-7 (PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh).

Konsentrasi media yang terjadi dikhawatirkan membawa sejumlah dampak negatif, tidak hanya pada perkembangan kelangsungan sistem media di Indonesia, melainkan juga dampak pada isi atau konten yang disampaikan kepada masyarakat. Pemerintah Indonesia yang telah melihat akan potensi merugikan dari adanya konsentrasi suatu perusahaan mencoba mengintervensi dengan menghadirkan sejumlah peraturan yang mengatur mengenai kepemilikan perusahaan namun pengusaha mampu melihat dan memanfaat celah-celah kebolongan dari regulasi yang ada untuk dapat membuat sejumlah strategi, termasuk strategi konsentrasi media guna memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya. 



2.3. Salah satu Tokoh konglomerasi Media di Indonesia

Nama Lengkap : Hary Tanoesoedibjo
Profesi : -
Agama : Kristen
Tempat Lahir : Surabaya, Indonesia
Warga Negara : Indonesia


BIOGRAFI
Hary Tanoesoedibjo adalah seorang pengusaha dari Indonesia. Saat ini Hary memegang beberapa jabatan strategis di berbagai perusahaan terkemuka di Indonesia. Selain itu, Hary saat ini juga memegang berbagai posisi di perusahaan-perusahaan lainnya di bawah bendera Global Mediacom dan Bhakti Investama.

Ia telah berulang kali menjadi pembicara di berbagai seminar dan menjadi dosen tamu dalam bidang Keuangan Perusahaan, Investasi dan Manajemen Strategis untuk program magister di berbagai perguruan tinggi.

Pada 2011, Forbes merilis daftar orang terkaya di Indonesia, Harry menduduki peringkat ke-22 dengan total kekayaan US$ 1,19 miliar.

Karirnya tidak hanya berhenti sampai disitu, dia bahkan menjabat sebagai Bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia atau yang disingkat dengan KONI. Beliau melakoni semua itu dengan kemampuannya yang sangat besar. Hary memang terkenal giat dan terampil. Selain itu kecerdasannya mampu membawanya menjadi jajaran orang penting di Indonesia. Kemampuan manajemen nya yang bagus membuatnya mampu menjalankan perannya di berbagai perusahaan yang dia miliki sehingga semua perusahaan tersebut dapat berjalan dengan baik dan terorganisir.

Dari berbagai perusahaan yang beliau miliki beliau berhasil menjadi milioner yang layak diperhitungkan dan dipandang oleh kalangan pebisnis lain. Untuk itulah beliau sering dihadirkan sebagai pembicara untuk berbagai seminar untuk menyalurkan kemampuannya kepada pebisnis Indonesia yang lain. Dalam pencapaian kesuksesannya, dia memiliki empat kunci. Yakni, fokus dengan tujuan, berdoa, membangun karakter yang baik, dan disiplin untuk komitmen. 

Pada Juni 2012, Hary Tanoesoedibjo diperiksa oleh KPK sehubungan dengan kasus korupsi Tommy Hindratno, pejabat pajak di Kantor Pajak Sidoarjo, dan James Gunarjo, yang diyakini terhubung dengan Bhakti Investama, perusahaan milik Hary Tanoesoedibjo. Namun, Hary menegaskan bahwa perusahaannya tidak terlibat. Menurutnya, tersangka James dan Tommy tidak berkaitan dengan PT Bhakti Investama, apalagi dirinya. 

Pada 2 Juli 2013, Hary terpilih sebagai cawapres dari Partai Hanura mendampingi Wiranto. Ketua Dewan Pertimbangan Hanura ini  terjun ke politik karena keprihatinan. Korupsi, penegakan hukum, pendidikan dan (penanganan) kesenjangan sosial masih lambat.

Setelah diskusi dengan Wiranto, dia mengaku punya visi dan misi yang sama membangun Indonesia sesuai potensi untuk membangun Indonesia. Untuk mengabdi kepada rakyat Indonesia agar dapat berubah menjadi lebih baik.
Sementara itu menurut Saleh Husin, Sekjen Hanura, Hary dipilih karena dia mempunyai citra yang bagus, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di dunia. 

Riset dan analisa oleh Vizcardine Audinovic
PENDIDIKAN
Bachelor of Commerce (Honours), Carleton University, Ottawa-Kanada (1988)
Master of Business Administration, Ottawa University, Ottawa-Kanada (1989)

KARIR
Pendiri, pemegang saham, dan Presiden Eksekutif Grup PT Bhakti Investama Tbk. 
Presiden Direktur PT Global Mediacom Tbk 
Presiden Direktur PT Media Nusantara Citra Tbk (MNC)
Presiden Direktur PT Rajawali Citra Televisi Indonesia (RCTI) 
Komisaris PT Mobile-8 Telecom Tbk,
Komisaris Indovision
Bendahara Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI)

PENGHARGAAN
Peringkat ke-22 orang terkaya di Indonesia versi majalah Forbes 2011.
Unpredictable Newsmaker 2011 dari media portal Rakyat Merdeka Online(RMOL)


Konsentrasi kepemilikan media ini ini bukanlah semata-mata fenomena bisnis, melainkan fenomena ekonomi-politik yang melibatkan kekuasaan. PT Media Nusantara Cipta (PT MNC Terbuka) merupakan salah satu konglomerasi media terbesar di Indonesia. Perusahaan media ini memiliki bisnis di bidang produksi program,  distribusi  program,  saluran  televisi  terrestrial,  saluran  program  televisi, surat kabar, tabloid dan jaringan radio. Perusahaan ini boleh dikatakan sebagai perusahaan media yang terintegrasi secara raksasa.

Saat ini unit usaha yang dimiliki PT. Media Nusantara Citra dapat dilihat sebagai berikut




STASIUN PENYIARAN TELEVISI
MNC memiliki dan mengelola operasional  untuk tiga stasiun televisi nasional Free-To-Air  yang terdiri dari RCTI, MNCTV, dan Global TV, serta SUN TV merupakan TV lokal berjaringan yang saat ini sudah terdapat di 16 kota besar di Indonesia.

MEDIA CETAK
Newspaper : Seputar Indonesia
Tabloid. MNC memiliki 2 tabloid yang membidik 2 segmen pembaca yang berbeda. Tabloid mingguan Genie adalah tabloid dengan sirkulasi terbesar ke tiga yang fokus pada gaya hidup dan gosip selebritis. Pada Agustus 2006, MNC meluncurkan  tabloid  Mom&Kiddie  yang fokus  terhadap  informasi  dan  artikel yang mengulas tentang ibu dan anak dan terbit setiap dua minggu

Majalah. MNC memiliki 3 majalah yang terdiri dari HighEnd, HighEnd Teen dan Just For Kids. HighEnd terbit secara bulanan yang berisikan artikel eksklusif dengan mengusung motto: People, Luxuries and Beyond. HighEnd Teen terbit secara   bulanan   yan menargetkan   pembaca   mud dar kalanga keluarga menengah ke atas. Sementara Just For Kids adalah majalah bulanan yang diluncurkan pada Juli 2010 dengan artikel-artikel menarik yang dirancang untuk mendidik, meningkatkan  imajinasi dan membangun karakter anak-anak dengan baik.

JARINGAN RADIO
MNC  mengoperasikan  damengelola  salah  satu  jaringan  radio  terbesar  di Indonesia  melalui  MNC  Networks,  yang menaungi  emparadio  yaitu SINDO Radio  sebagai  stasiun  radio  nomosatu  dengan  program  beritanya;  Radio Dangdut Indonesia sebagai stasiun radio terdepan untuk segmen menengah ke bawah; V-Radio sebagai pilihan utama para wanita dan Global Radio untuk para kalangan muda.

MANAJEMEN ARTIS
P Star   Media   Nusantar dibentu untu mencari mempromosikan   dan mengelola artis-artis berbakat untuk menjadi generasi bintang berikutnya di dunia hiburan.

MEDIA ON-LINE
Okezone.com diluncurkan pada bulan Maret 2007 sebagai portal Internet yang memberikan  platform  on-line  untuk  mendistribusikan  content  beritdan  non- berita termasuk content dari televisi Free-To-Air,  radio dan media cetak yang sudah ada. Saat ini, Okezone.com memiliki 8 juta pembaca yang membuka situs tersebut setiap hari.

VALUE ADDED SERVICES (VAS)
Value Added Services dioperasikan oleh Linktone Ltd untuk pasar di Republik Rakyat  Cina  guna  menyajikan  portfolio  content  nirkabel  dan  aplikasi  dengan platform  teknologi  yanberagam  meliputi  SMS,  MMS,  WAP  dan  JAVA  / BREW.  Layanan  Linktone  termasuk  media personal  seperti  nada deringring back tones, screen saver, permainan nirkabel dan hiburan. PT Linktone Indonesia mengoperasikan VAS untuk pasar di Indonesia dengan menggunakan konten dan aplikasi VAS yang canggih dari Linktone Ltd.

AGEN PERIKLANAN KREATIF DAN RUMAH PRODUKSI
MNmelakukan  bisnis  agensi  periklanan  melalui  Cross  Media  International (CMI). CMI menyediakan layanan komunikasi terpadu, mulai dari media kreatif, produksi  hingga  aktifasi  dalam  satu  paket  untuk  menjawab  kebutuhan  klien. MNC  memproduksi  film-film  layalebar,  FTV  dan  sinetron  melalui  MNC Pictures, yang didukung oleh tenaga ahli dan platform media yang bernaung di bawah MNC.

CHANNEL PROGRAM TV
MNC telah menciptakan chanel sebagai berikut dari content library:
MNC News program berita 24 jam, berita - infotainmen, berita olahraga dan berita gaya hidup.
MNC Entertainment   channel  program hiburan  24 jam terdiri  dari serial drama, film lokal, komedi situasi, reality show dan content hiburan lainnya.
MNC Music Channel program musik 24 jam.
MNC  International   content  umum  24  jam dengan  target  distribusi  pada negara dengan komunitas Indonesia dan Malaysia yang cukup besar.
MNC Lifestyle content program 24 jam untuk wanita yang berhubungan dengan tren terkini dari sisi fesyen, kecantikan, kesehatan dan berita selebritis Indonesia.  
MNC Business content program 24 jam yang berhubungan dengan bisnis dan investasi


Gambar 01: Struktur Organisasi Perusahaan

MNC Grup melakukan perpanjangan institusional media melalui bentuk korporasi baik vertical maupun horizontal. Proses spasialisasi yang bersifat vertikal adalah proses integrasi antara induk perusahaan dan anak perusahaannya yang dilakukan dalam satu garis bisnis untuk memperoleh sinergi, terutama untuk memperoleh kontrol dalam produksi media (Mosco, 2009:158-159). Pada tataran vertical terlihat bagaimana korporasi ini menguasai produksi konten media hingga distribusinya.   MN Gru mempunyai   manajeme artis,   agen   periklanan   dan beberapa rumah produksi yang menjadi content utama dari media-media massa yang bernaung di bawahnya. Integrasi horizontal pun terjadi dalam kelompok media MNC, ditandai  adanya  diversifikasi  yang  ditunjukkan  dengan  keberagaman  jenis  media massa dan adanya berbagai jaringan yang dapat digunakan untuk dapat saling mempromosikan jenis medianya satu sama lain. Yang dimaksud dengan diversifikasi media adalah proses penganekaragaman usaha ekonomi sosial yang dilakukan oleh suatu industri atau pelaku produksi media.

Pemerintah juga mencoba mengantifikasi dengan membuat  UURI tentang pers dan kepemilikan media, UU RI NO 32 , 2002 salah satu UU yang mengatur tentang kepemilikan Media, ini di buat dengan cover untuk melindungi masyarakat Indonesia,



BAB III
ANALISIS
3.1  Konglomerasi Media Indonesia
 Menurut Analisis saya Konglomerasi Media di Indonesia sudah tidak bisa terhindarkan, hampir semua media di Indonesia di miliki segelintir orang, bisnis media yang mereka bangun dengan citra sebagai media Education untuk masyarakat sepertinya tidak kita lihat lagi di jaman sekarang, tidak kita lihat dan kita ketahui peran Media saat ini yang mungkin banyak orang belum sadar apa yang dilakukan media terhadap kita, terutama khalayak, media tidaklah produktif lagi dengan tontonan yang sudah jelas melanggar dari undang-undang Pers maupun kode etik, ada apa dengan negri ini ? lembaga di buat untuk mengawasi, tapi selalu lolos dari pelanggaran tersebut ada banyak pelanggaran yangdi lakukan media jika kita merujuk pada Undang-Undang Pers dan Kode Etik Republik Indonesia, dari UURI NO 33 2009 Pasal 10,50,57,58,59,60,61 tentang perfilman, yang tidak sesuai dengan implementasi oleh media dan oleh pemerintah dalam merepkan UU tersebut, itu hanya beberapa tentang kejanggalan yang terjadi, berhubung ini bahasan tentang Konglemerasi Media ada Undang-undang yang sangat menarik perhatian, yaitu Undang-Undang Repulik Indonesia Tahun 2002 pasal 18 (Pemusatan kepemilikan dan penguasaan lembaga penyiaran swasta oleh orang atau satu badan hukum, baik disatu wilayah maupun  di beberapa wilayah siaran di batasi. Menurut saya Undang-undang ini sangat tidak jelas, undang-undang di buat yang katanya untuk kepentingan Rakyat Justru untuk Kepentingan Pemilik Media, undang-undang tersebut sengaja di buat untuk membuat sebuah permainan ekonomi-politik, undang-undang di buat seolah peduli kepada rakyat tapi untuk kekuasaan pemilik media, kata terakhir dari undang-undang tersebut harusnya bisa di pertegas dengan angka nominal di belakang kata di Batasi , dengan begitu undang-undang tersebut sangat tidak jelas, dan Penyebab terjadi Konglomerasi Media di Indonesia adalah akibat dari undang-undang  tersebut ketidak jelasan itulah sehingga para pemilik modal membangun bisnisnya tanpa batasan, dan jelas bukan hanya kepemilikan media tetapi juga nilai-nilai positif sebuah informasi dari media tersebut bukanlah yang utama, para media saat ini lebih mengutamakan rating dari pada edukasi dari setiap tayangannya, mengabaikan UU tentang penyiaran, apa yang dilalukan pemerintah soal ini ? , justru Negri ini seperti kehilanagan kedaulatan HUKUM yang telah di buat,  udang-undang tersebut tidak ada mengalami Revisi hingga tahun 2015, apa yang di lakukan petinggi negara kita soal  UU yang tidak jelas, 13 belas tahun setelah UU itu di buat para konglomerasi Media semakin menunjukan jati dirinya bersaing untuk mendapatkan kekuasaan, dengan media mereka, khalayak lupa mungkin terbodohi oleh media mereka, saat ini konglomerasi media terbesar adalah MNC group,  konglomerasi Media tidak juga bisa sepenuhnya di salahkan tapi aturan pemerintahlah yang harusnya di revisi agar tidak terjadi tindakan tersebut, dan bisa jadi ada peran oknum pemilik media dan pemerintah jual beli hukum agar bisnis mereka terus berkembang, itu sebuah kemungkinan yang terjadi apabila kita bertanya undang-undang tersebut tindak di revisi untuk ketegasan sebuah Hukum.

Faktor kepemilikan media tersebut menyebabkan isu ekonomi politik media memiliki  konsekuensi:  Homogenisasi,  Agenda  Setting,  dan  Hegemoni  Budaya. (Wayne, 2003:124


a Homogenisasi  yang dapat  diartikan  sebagai  : Financial  pressures  andother forces lead all media products to becom similar, standard and uniform atau penyeragaman bentuk tayangan atau program. Efek homogenisasi adalah konten yang ditampilkan oleh media hanya konten yang secara ekonomi mendatangkan rating  tinggi  untuk  menarik  pengiklan  sebanyak  mungkin.  Program-program acara Infotainment, berita criminal, sinetron, reality show merupakan tayangan
‘wajib pada semua stasiun televisi yang bernaung pada kelompok MNC karena sangat menarik pengiklan. Produk jurnalisme sebagai output media massa pun dikendalikan oleh pasar yang hanya melihat keuntungan dari sisi ekonomi saja. Suatu peristiwa yang diliput oleh seorang jurnalis pada suatu kelompok media akan  menyiarkan  peristiwa  tersebut  dalam  sudut  pandang  yang  sama  tetapi disiarkan  oleh  media  yang  berbeda.  Hal  ini  akan  menimbulkan  keseragaman konten/homogenitas  pemberitaan dan informasi akibat dari diversifikasi media. Masyarakat akan sulit untuk mencari referensi lain dan sulit untuk melihat sisi lain  dari  suatu  kasus  yang  diangkat  oleh  pemberitaan  media  massa  karena homogenitas tersebut akibat kepemilikan yang berpusat.
Contohny yaitu    berita   yan disajikan   d RCTI Global   TV MNC TV, Okezone.com,  Harian  Seputar  Indonesia  dan  Sindo  Radio  akan  memiliki sudut  pandan yang  sama  terhadap   suatu   kasus.   Masyarakat   hanya  akan menerima  berita  dan  informasi  yanitu-itu  saja.  Ketika  masyarakat  mencoba untuk beralih  dari suatu  media  ke media lain, yanakan  tetap  mereka  temui adalah pemberitaan yang serupa karena faktor kepemilikan yang sama.
Adanya konsentrasi media massa juga dapat mengakibatkan homogenitas pemberitaan dan informasi. Masyarakat akan sulit untuk mencari referensi lain dan sulit untuk melihat sisi lain dari suatu kasus yang diangkat oleh pemberitaan media massa karena homogenitas tersebut akibat kepemilikan yang berpusat.


bAgenda  setting  merupakan  upaya  media  untuk  membuat  pemberitaan  tidak semata-mata  menjadi  saluran  isu  dan  peristiwa  melainkan  ada  strategi  dan kerangka yang dimainkan media sehingga pemberitaan memiliki nilai lebih yang diharapkan oleh media. Teori agenda setting berangkat dari asumsi menciptakan apa yang menurut publik dianggap penting. Media menata (men-setting) sebuah agenda terhadap isu tertentu sehingga isu itu dianggap penting oleh publik yang salah satunya karena isu tersebut berhubungan dengan kepentingan publik, baik secara langsung atau tidak. Caranya, media dapat menampilkan isu-isu itu secara terus menerus dengan memberikan ruang dan waktu bagi publik untuk mengkonsumsinya,   sehingga   publik  sadar  atau  tahu  akan  isu-isu  tersebut, kemudian publik menganggapnya penting dan meyakininya. Sebetulnya, dengan kata lain, isu yang dianggap publik penting pada dasarnya adalah karena media menganggapnya penting. Reese dan Shoemaker dalam Morrisan (2010 : 96) mengatakan  bahwa  agenda  media  merupakan  hasitekanan  (pressure)  yang berasal dari dalam dan luar media. Kepemilikan media dapat mempengaruhi tayangan karena terjadinya perubahan  kebijakan perusahaan menyangkut  nilai- nilai,   tujuan dan   buday kerja.   Pemili media   biasany memaksimalkan keuntungan yang terkadang mengorbankan objektivitas berita. Selain itu, media yang ia miliki digunakan untuk mendongkrak atau membela pemilik bila sang pemilik sedang diterpa isu. Hal ini dapat dengan mudah dilakukan oleh pemilik dengan meminta spot khusus dalam program medianya yang dapat menciptakan kesan yang positif dari diri sang pemilik.Contoh kasus, pada tahun 2006, kasus NCD (Negotiable Certificate of Deposit) fiktif yang melibatkan Hary Tanoesoedibjo ramai   dibicaraka di   berbaga media bai ceta maupun elektronik, berkaitan dengan kemungkinan tindak pidana korupsi yang bisa menimbulkan kerugian negara. Pemberitaan media massa nasional umumnya menempatkan pemilik MNC tersebut sebagai orang yang bersalah. Tetapi pemberitaan  dmedia-media  kelompok  MNC  berlawanan  dengan  berita  pada media lainnya, antara lain di RCTI, Trijaya FM, dan Trust.
Dalam pemberitaan di RCTI, kasus NCD fiktif Hary Tanoe muncul secara khusus dalam Dialog  Khusus pada tanggal  20 Februari  2006.Dalam pemberitaan  di Trijaya  FM, pembelaan  yang dilakukan  untuk membelpemiliknya  ini tersaji dalam acara rutin diaolg interaktif Trijaya FM dalam acara Jakarta First Channel. Sampul  majalah  berita  ekonomi  dan  bisnis  Trust  edisi  19  Tahun  IV,  20-26
Februari 2006 ini berjudul  “Kisah di Balik NCD Unibank”.  Sementara dalam artikel online, Trust versi online mengeluarkan artikel berjudul Mengikuti Jejak Lama Sukanto Tanoto, Aktor Utama Kasus NCD pada tanggal 9 April 2006. Jelas terlihat bahwa media-media tersebut  berpihak kepada Hary Tanoe dan lebih menitikberatkan sisi negatif ke pihak yang lain. Dan muncul kesan mengalihkan fokus  yang  sangat  menunjuk  HarTanoesoedibjo.    Hubungan  antar  pemilik media,  yaitu  HarTanoe  dengan  media-medianya    menciptakan  pemberitaan yang berpihak kepada Hary Tanoe.
Pemilik  media  merupakan  orang-orang  yanmembangun  kerajaan  bisnisnya dengan berupaya dekat dengan kekuasaan dan beberapa di antara ada yang duduk sebagai  orang pentindi pemerintahan  serta ada pula  yang merupakan  tokoh penting pada salah satu partai . Tidak menutup kemungkinan mereka membangun media untuk memuluskan kepentingannya dalam hal perpolitikan dan penyebaran ideologi  tertentu,  melalui  media.  Hal ini dapat dilihat  dari wajah  mediyang mereka  bentuk,  dmana  saat  ini  banyak  media  yang  mengawal  kepentingan pemilik  media  seperti  yanbaru  baru  ini  terlihat  bagaimana  media  dalam kelompok MNC mengekspose aktivitas partai baru Nasional Demokrat, di mana sang pemilik Hary Tanoe bergabung di dalamnya. Bahkan, demi mendapatkan simpati publik bagi sang partai baru, media dalam kelompok konglomerasi ini ramai ramai menyiarkan kegelisahan masyarakat dan perlawanan politik terhadap rencana pemerintah untuk menaikan harga bahan bakar minyak. Padahal di sisi lain  masih  banyak  agenda  agenda  penting  lainnya  yanharus  diketahui  oleh publik Ha yang   haru didapat   masyarakat   dar media   adalah   mereka mendapatkan Diversity Informasi jelas tidak akan dipenuhi.
Banyaknya pengaruh yang masuk dalam media, memungkinkan munculnya statemen atau bahkan pidato politik pemilik televisi muncul dengan durasi yang tidak  patut.  Khalayak  dipaksa  menikmati”  statemen  atau  pidato  politik  yang sarat kepetingan pemilik dengan afiliasi politiknya. Fakta ini didukung dengan masuknya  sejumlah  pengamat  politik  tertentu  yansecara  leluasa  menyerang lawan politik tertentu secara leluasa dengan durasi yang panjang. Padahal, publi tahu   pengamat   tersebu bergabun dengan   partai   politik   tertentu Semua kerawanan yang bisa mencederai independensi, secara apik bisa dikemas dalam sederet program talkshow, debat, liputan mendalam hingga paket berita biasa
Hal ini mengindikasikan bahwa media bisa saja mensetting suatu permasalahan yang   tidak   terkai denga kepentingan   publik   tetap mengakomodasikan keinginan atau permintaan sang pemilik. Karena kepentingan ekonomi media massa, maka pers akan berubah tidak lagi menjadi pers yang idealis karena ada campur tangan pemilik media yang akan menjadi gatekeeper utama menentukan informasi dan opini pilihan untuk diterima oleh masyarakat luas. Hal ini akan membuat  informasi  yang  sampai  ke  masyarakat  telah  diatur  sedemikian  rupa tanpa disadari dan menjadi tidak seimbang. Khalayak dihadapkan pada minimnya alternative pilihan sumber informasi karena informasi yang ada sudah dikuasai oleh segelintir kelompok tertentu yang seringkali informasi tersebut bersifat bias. Padahal jika mengacu pada konsep Habermas, media massa merupakan public sphere yang seharusnya dijaga dari berbagai kepentingan.

c. Hegemoni Budaya merupakan pandangan bahwa telah terjadi dominasi oleh salah satu kelas di masyarakat atas kelas-kelas lainnya. Hegemoni budaya mengidentifikasi   dan   menjelaskan   dominasi   dan   upay mempertahankan kekuasaan,  metode  yang dipakai  mereka  yanberkuasa  atas  kelas-kelas  yang subordinat untuk menerima dan mengadopsi the ruling-class values.
Dominasi  berasal dari kemampuan  politik dan ekonomdalam menyampaikan kepada masyarakat ideology atau system ide yang mereka sukai. Melalui media yang  kian  terbuka  dan  terjangkau,  masyarakat  menerima  berbagai  informasi tentang peradaban baru dari seluruh penjuru dunia. Contohnya, saat ini wanita- wanita  Indonesia  sangat  terpengaruh  oleh  trend  mode/fashion,  life  style/gaya hidup yang dilihat melalui sinetron yang ditampilkan media.
Media  selalu  berhubungan  dengan  ideologi  dan  hegemoni.  Hal  inberkaitan dengan cara bagaimana sebuah realitas wacana atau teks ditafsirkan dan dimaknai dengan  cara  pandang  tertentu.  Antonio  Gramsci  dalam  Morrisan  (2010:166)

mengatakan bahwa media berfungsi untuk melegitimasi kekuasaan dan menanamkan kesadaran palsu (false consciousness) bagi khalayak. Hegemoni merujuk  padupaya  pelanggengan  kekuasaan  yang  dilakukan  oleh  kelompok yang berkuasa. Media memberikan  sebuafungsi hegemoni  yang secara terus menerus memproduksi sebuah ideology yang kohesif (ideology yang meresap), satu perangkat nilai-nilai commonsense dan norma norma yang memproduksi dan mengesahkan dominasi struktur sosial tertentu yang mana kelas kelas sub- ordinasi berpartisipasi di dalam dominasi mereka itu. Media merupakan sumber kebudayaan paling penting, sebab ia adalah tempat utama bagi manajemen keberkesanan  dan  mendefinisikan   posisi  sosial  dan  status.  Dalam  konteks Indonesia  danegara-negara  penganut  neoliberalisme  lainnya,  afiliasi  partai politik dan media adalah obsesi tersendiri  bagi pejuang kekuasaan.  Hegemoni tidak bersifat tetap dan mencari keseimbangan, dan dengan demikian terbuka ke atas perubahan terstruktur.
Pemilik konglomerasi media biasanya merupakan seseorang yang dekat dengan kekuasaaan. Hal itu tidak menutup kemungkinan mereka membangun perusahaan media untuk memuluskan kepentingannya selain dalam hal ekonomi, tetapi juga dalam   hal   perpolitikan   dan   penyebaran   ideolog tertentu   seperti   halnya ergabungnya pemilik kelopok media MNC ke partai NASDEM.
Stuart Hall (Morrisan, 2010:168) berpendapat Media massa cenderung mengukuhkan ideology dominan untuk menancapkan kuku kekuasaannya melalui Hegemoni . Melalui media massa pula juga menyediakan frame work bagi berkembangnya  budaya  massa.  Melalui  media  masspula kelompodominan terus-menerus menggerogoti, melemahkan dan meniadakan potensi tanding dari pihak-pihak yang dikuasainya. Media massa bukan hanya sebagai media pengirim pesan  tapi  juga  mempengaruhi   nilai  nilai  budaya  dan  membuat  streotype mengenai gender, ras, dan etnik. Dan memiliki kontribusi terhadap pengalaman komunikasi dan bisa saja memonopoli dunia pemikiran seseorang.
Media berperan besar dalam membentuk makna budaya dan media dipandang sebagai  teknologi  pembawa  budaya.  Media  menginvasi  ruang  kehidupan  kita,    membentuk cita rasa orang-orang di sekitar kita, memberitahu dan membujuk kita dengan  berbagai  produdan  kebijakan,  dan  mengundang  kita  untuk  hidup bersama. Media menyampaikan pesan yang mendorong orang untuk menerima apa  yang  menjadi  tujuan,  impian,  dan  standar  keberhasilan  hidup.  Khalayak menjadi  tidamenyadari  adanya  dominasi  dalam  kehidupan  mereka.  Sistem sosial yang mereka dukung justru telah mengeksploitasi  mereka sendiri, mulai dari budaya popular hingga agama.
Perkembangan  industri  yang berkiblat  pada perkembangan  di dunia barat dan masubudaya  barat  ke  dalam  masyarakat  melalui  isi  yanditampilkan  oleh media sehingga dapat berakibat pada penjajahan budaya di masyarakat. Media popular cenderung mengandalkan aspek hiburan dan berorientasi komersial. Hal inmakin  menumbuhkan  perilaku  konsumtif  
pada  masyarakat.  Perembesan ideology  hegemonic  yanberoperasi  melalui  pesan  media  menciptakan  gaya hidup (life style) atau pola tingkah laku sehari-hari dalam masyarakat. Dimulai dalam hal pemilihan gaya arsitektur rumah, penataan ruang, pemilihan perabot rumah, gaya busana, penampilanmode rambut, merek sepatu, dasi, make up, lipstick hingga soal kulit, kuku, alis mata, ukuran tubuh yang ideal semuanya menjadi  sentrum  (pusatkesadaran  baru  manusia  modern  dan  gaya  hidup kekotaan (Ibrahim, 2011:30)


BAB IV

KESIMPULAN DAN SARAN

3.1.2  Kesimpulan
Dalam industry media, korporasi  merepresentasikan  bentuk ketergantungan media terhadap iklan. Hidup matinya suatu industry media sangat ditentukan oleh pendapatan  dari  dukungan  iklan.  Media  lebih  ditekankan  sebagai  pembuat  uang (money maker) daripada melayani kebutuhan informasi bagi masyarakat dan melaksanakan peran pengawasan (watch dog) bagi pemerintah dan pelaku bisnis.
Kepemilikan media di Indonesia sangat berpengaruh pada independensi media yang bersangkutan. Konsentrasi kepemilikan media itu sendiri sangat berpengaruh terhadap  isi  atau  program  yang  disampaikan  kepada  masyarakat  dimana  isi  atau
program tersebumerepresentasikan  kepentingan  ekonomi maupun politik pemilik media. Akibatnya  kepentingan  masyarakauntuk mendapatkan  kebenaran  menjadi hilang. Dan efeknya, informasi tidak akan sepenuhnya tersampaikan kepada masyarakat.
Semua itu karena adanya proses agenda setting dan framing yang dilakukan oleh media yang disesuaikan dengan kepentingan pemilknya. Kebenaran yang tidak didapatkan masyarakat tersebut dapat menyebabkan masyarakat terhegemoni dengan menerima kebenaran versi media massa. Kepemlikan oleh sekelompok tertentu juga berakibat pada terjadinya homogenisasi informasi
Tentu   saja   Konglomerasi   media   ini   sangat   tida sehat   dala iklim berdemokrasi dan perpolitikan bangsa bangsa ini mengingat pengaruh media yang begitu   kua terhadap   kognitif   khalayak Jik mengacu   pada  Jurgen   habemas menyatakan   medi massa   sesungguhny adala sebuah   public   spher yang semestinya dijaga dari berbagai pengaruh dan kepentingan. Dalam artian media selayaknya  menjadi  ThMarket  Places  OIdeas”  tempat  penawaran  berbagai gagasan sebagaimana setiap konsep pasar, yang mana hanya ide terbaik sajalah yang pantas dijual dan ditawarkan.
Selama media masih dikuasai oleh ideology dominan, maka mereka akan menggambarkan kelompok oposisi sebagai kaum marginal . Media massa akan senantiasa menjadi ajang hegemoni bagi kelompok yang berkuasa artinya masyarakat patuh pada pada kehendak penguasa dan mereka secara tidak sadar berpartisipasi dalam rangka kepatuhan tersebut.
Bauran partai politik dan konglomerat media dewasa ini adalah konsekuensi logis dari kebebasan media. Media pun terdistribusi berdasarkan kepentingan ideologi ataupun ekonomi. Dennis McQuail (2010; 93) menyatakan  audiens pada dasarnya adalah pasif, maka dengan demikian efek yang dihasilkan adalah besar dan mempertegas struktur sosial yang sudah kuat. Bertolak dari kesadaran bahwa pseudo- event dalam dunia politik, maka khalayak harus diberdayakan dari kemungkinan manipulasi citra politik yang dikemas media.



3.1.3    Saran

                Sebagai Mahasiswa kita harus kritis dengan fenomena yang terjadi, sebagai manusia yang terdidik yang mempelajari suatu ilmu kita tidak boleh membiarkan bangsa dan negara kita hancur oleh para penjilat para penguasa, kita juga harus benar-benar menilai suatu persoalan, melihatlah dari beberapa sudut pandang  siapa yang menjadi tersangka, siapa yang harusnya kita salahkan dan siapa yang harusnya kita dukung.
Media saat ini lebih mempengaruhi khalayak untuk kepentingan pribadi, menginformasikan berita yang tidak netral,   khalayak menjadi korban media, media berperan pemicu terjadi konflik, perdebatan sebuah opini dan yang belum tentu benar, apa yang harus kita lakukan ? kita harus lebih cerdas sebagai mahasiswa, membagi wawasan kita kepada orang yang tidak mengerti peran media seperti apa saat ini, melakukan Gerakan Revolusi jilid 2 itu yang harusnya di lakukan bangsa ini,     membuat sebuah rovolusi yang ter arah dan terencana bukan revolusi hampa seperti tahun 1998, membuat revolusi penegakan hukum yang sebenar-benarnya, bukan menegakkan hukum yang di buat-buat untuk kepentingan kantong pribad

DAFTAR PUSTAKA

Basri, M.Chatib  dkk, 2000.Exit,  Voice and Loyality:  Ekonomi  PolitiModal dan Peran Media Dalam Mass Kritis dalam Pers Dalam Revolusi Mei’ Runtuhnya
Ibrahim Idi   Subandy 2011 Buday Popular   sebagai   Komunikasi jalasutra, Yogyakarta
McQuail  Denis,  2010Teori  Komunikasi  Massa,  Penerbit  Salemba  Humanika, Jakarta
Morrisan, 2010, Teori Komunikasi Massa, Ghalia Indonesia, Jakarta
Journal Rianto, Puji, 2005, Jurnal Ilmu Sosial dan Ilmu Politik UGM Yogyakarta,  Vol.9, N0.1, hal 113-130, ISSN 1410-4946
Journal ,Sudibyo,Agus, 2004, Ekonomi Politik Media Penyiaran, LKiS, Yogyakarta
Journal Sinung Utami Hasri Habsari,2013 Specialisasi Media, jakarta
Ningtyas, Sagita. Konglomerasi industri media penyiaran di Indonesia analisisekonomi politik pada group media nusantara citra. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah. 2010.


                            









                                                                                                                                                                             
                                                                                                                                                                             





Unknown

Tidak ada komentar:

Posting Komentar